Selasa, 31 Oktober 2006
Palu Mislan (23), korban penembakan saat terjadi bentrok antara satuan Brimob dan warga sipil di Kota Poso pada 23 Oktober 2006, melapor ke Komnas HAM melalui kantor perwakilannya di Palu, Sulawesi Tengah (Sulteng).
Kedatangan Mislan ke Kantor Komisi Daerah Komnas HAM Sulteng, Selasa, didampingi Harun Nyak Itam Abu SH dari Tim Pembela Muslim (TPM) Sulteng, serta sejumlah aktivis Kaukus Ummat Anti Kekerasan.
Menurut Mislan yang masih disertai balutan perban di lengannya akibat mengalami luka tembak, dirinya mengadu ke Komnas HAM untuk memperoleh keadilan, sebab Kapolres Poso AKBP Rudi Suphariadi selaku pengendali operasi pasukan Brimob BKO (bawah kendali operasi) tidak menjatuhkan sanksi kepada pelaku penembakan.
"Saya berharap dengan melaporkan kasus ini ke Komnas HAM bisa mendapat keadilan," tuturnya kepada wartawan.
Sementara itu, Harun Nyak Itam Abu mengatakan penyerangan anggota Brimob yang mengakibatkan perlawanan warga di Kelurahan Gebangrejo, Poso Kota, pada 22 dan 23 Oktober 2006 mengakibatkan seorang warga sipil tewas dan beberapa lainnya cedera akibat mengalami luka tembak.
Kedua peristiwa ini, menurut Harun, merupakan bentuk pelanggaran HAM sebagaimana diatur dalam Pasal 9 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Peradilan HAM yang mengatur soal pembunuhan dan penganiayaan.
Harun meminta Komnas HAM segera membentuk Tim Pencari Fakta (TPF) guna meminta pertanggungjawaban Kapolres Poso selaku pimpinan Polri yang mengedalikan pergerakan pasukan di bekas daerah konflik itu.
"TPF menjadi kebutuhan untuk mencari orang yang mesti bertanggungjawab dalam peristiwa itu," katanya.
Dasar bagi penyelidikan awal
Sesuai menerima laporan Mislan, Kepala Kantor Komisi Daerah Komnas HAM Sulteng, Dedy Askari SH, mengatakan laporan itu menjadi dasar pihaknya melakukan penyelidikan awal dengan mendatangi lokasi kejadian guna meminta keterangan sejumlah saksi.
Jika cukup bukti terdapat indikasi pelanggaran HAM, katanya, maka pihak kami akan membentuk TPF yang melibatkan elemen masyarakat.
"Pokoknya apabila TPF nantinya menemukan bukti dugaan pelanggaran HAM, maka kasus insiden berdarah di Tanah Runtuh Gebangrejo akan dibawa ke Peradilan HAM," demikian Askari.
Saat melapor ke Komisi Daerah Komnas HAM, Mislan menyerahkan kronologis peristiwa 22 dan 23 Oktober 2006, serta beberapa foto dan rekaman peristiwa sebagai alat bukti.
Dalam laporan kronologis itu, disebutkan warga Tanah Runtuh Kelurahan Gebang Rejo pertama kali mendapat serangan rentetan tembakan dari berbagai arah yang dilakukan oleh anggota Brimob.
Warga yang panik kemudian melakukan perlawanan dengan lemparan batu dan membakar sebuah truk angkut pasukan Brimob dan tiga unit sepeda motor, serta menyerang Pos Polmas Tanah Runtuh. Itu dilakukan karena aparat di pos jaga ini tidak bertindak
sekalipun warga sudah melaporkan adanya rentetan tembakan.
Sementara versi polisi menyebutkan, massa yang terlebih dahulu menyerang dan menyandera anggota polisi yang bertugas di Pos Polmas serta membakar kendaraan operasional Polri.
Anggota Brimob yang mendatangi lokasi kejadian untuk membebaskan 16 anggota Polmas yang disandera juga mendapat serangan lemparan batu dan tembakan dari arah konsentrasi massa, sehingga anggota Brimob terpaksa membalas tembakan tersebut. (*)
Tuesday, October 31, 2006
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment