Tuesday, October 31, 2006

Para Tokoh di Jakarta Membentuk PBPP TGPF Poso

Rabu, 18 Oktober 2006
Sejumlah tokoh di Jakarta pada 16 Oktober lalu, telah membentuk Panitia Bersama Persiapan Pembentukan Tim Gabungan Pencari Fakta (PBPP TGPF) Poso.
Para tokoh yang tergabung dalam PBPP TGPF itu antara lain Romo Sandyawan Zumrotin, MM Billah (KomNas HAM), Oegroseno (mantan Kapolda Sulawesi Tengah), Aryanto Sangadji(Yayasan Tanah Merdeka Palu), George Aditjondro (peneliti), Usman Hamid (Kontras), Rafendy Jamin (HRWG), dan Hendardi (PBHI).
Selanjutnya, Romo Sandyawan ditugaskan untuk menghubungi Asmara Nababan dan Marzuki Darusman sebagai konsultan independen PBPP TGPF.
"Mereka yang dihubungi itu menyatakan kesediaannnya sebagai Konsultan Independen," kata Mahfud Masuara, sekretaris Poso Center yang ikut memprakarsai pembentukan tim tersebut.
Mahfud Masuara, sekretaris Poso Center mengatakan, Tim Gabungan Pencari Fakta lebih menjadi pilihan daripada Tim Pencari Fakta.
TGPF memiliki beberapa keuntungan, yakni TGPF sebagai kesepakatan bersama dari enam Menteri dan Kejaksaan Agung. TGPF memiliki akses yang tak terbatas terhadap instansi-instansi Pemerintah dan TNI/Polri untuk menggali lembaran-lembaran negara dan berkas-berkas di Instansi Pemerintah.
"Makanya kita usulkan untuk memasukan pihak kementerian yang mempunyai korelasi dengan masalah Poso dalam TGPF," papar Mahfud Masuara.
Dia menjelaskan, Kementerian Ekonomi akan diusulkan menjadi salah satu anggota TGPF, karena situasi ekonomi masyarakat Poso pasca konflik menurun drastis dan diperlukan langkah-langkah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Selain itu, kehadiran pihak kementrian lainnya, untuk menjelaskan soal urgensi dari persoalan yang terjadi di Poso. Karena saat ini Pemerintah, khususnya Wakil Presiden Jusuf Kalla menolak adanya pembentukan TGPF.
"Oleh karena itu, kita akan melakukan aksi-aksi yang masif untuk mendesakkan perlunya kehadiran TGPF Poso," kata Mahfud Masuara.
Dalam pertemuan yang berlangsung di kantor Jaringan Relawan Kemanusiaan Jl. Bonang, Menteng, Jakarta Pusat itu, dibicarakan soal perkembangan Poso dan kasus penembakan Pendeta irianto Kongkoli.
I Sandyawan Sumardi, yang bertindak selaku moderator dalam pertemuan itu, menjelaskan, hal yang mendasari diadakannya pertemuan ini antara lain, karena adanya penembakan Pendeta Irianto Kongkoli, adanya upaya provokasi dari pihak-pihak yang ingin menciptakan konflik baru di Sulawesi Tengah.
Selanjutnya, perlunya kerja-kerja yang konkret dari jaringan-jaringan kerja yang ada di Jakarta untuk mengadvokasi kasus Poso,Perlu adanya audit atas adanya kekerasan yang terjadi di Poso dengan membentuk TGPF.
"Tapi yang perlu dipetakan dalam kasus Poso juga adalah bahwa ternyata selama ini terjadi eksploitasi komponen komponen etnoreligi untuk menciptakan konflik baru," katanya.
Mahfud Masuara menambahkan, saat ini gerakan advokasi di Poso masih bersifat Parsial, itu berarti yang dibutuhkan saat ini adalah konsistensi dan lebih fokus pada persoalan yang ada.
"Advokasi lebih fokus pada korban bukan pada tokoh-tokoh di Poso," tandasnya. (ad)

No comments: