Friday, November 03, 2006

Poso dan Kinerja Pimpinan Nasional

Kamis, 02 Nov 2006

AKHIRNYA, polisi mengungkapkan adanya dua kelompok yang membuat kerusuhan berdarah di Poso. Inilah kelompok yang terkait dengan 13 kasus, meliputi 10 teror bom dan serangkaian pembunuhan serta perampokan sejak 2001.

Kedua kelompok itu adalah kelompok Tanah Runtuh dan kelompok Kompak Kayamanya. Total tersangka pelaku teror Poso sebanyak 29 orang, yaitu yang terbanyak 26 tersangka berasal dari kelompok Tanah Runtuh, dan sisanya tiga pelaku berasal dari kelompok Kompak Kayamanya.

Polisi telah meminta bantuan tokoh Islam untuk menangkap 29 tersangka pelaku teror itu. Polisi juga telah membeberkan nama-nama para tersangka, dan telah mengultimatum 29 orang itu untuk diserahkan atau menyerahkan diri dalam satu minggu.

Umumnya buron tentu enggan menyerahkan diri. Jika pelaku kejahatan gampang diultimatum, lalu menyerahkan diri dalam seminggu sesuai ultimatum, kiranya kejahatan di dunia ini lebih mudah ditumpas, dan polisi mungkin tak penting-penting amat.

Teror dan pembunuhan yang telah berlangsung lima tahun di Poso bukanlah kejahatan yang dapat ditaklukkan sepucuk, dua pucuk, bahkan 1.000 pucuk ultimatum. Kita yakin polisi tahu benar bahwa kejahatan tidak dapat dibereskan dengan omongan.

Ultimatum perlu, tetapi tidak cukup. Polisi harus melakukan operasi perburuan dan penangkapan sehingga 29 tersangka pelaku teror Poso itu akhirnya dapat dilumpuhkan dan diadili di meja hijau.

Dalam menangkap 29 tersangka pelaku teror Poso itu, bukan hanya menyangkut prestasi polisi. Untuk membuat Poso kembali damai dan hidup dalam tertib sosial, bukan pula cuma kinerja polisi. Sebaliknya, kegagalan membereskan konflik di Poso, pun bukan semata kegagalan polisi.

Poso menyangkut ukuran yang jauh lebih besar, yaitu prestasi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Wakil Presiden Jusuf Kalla. Mengapa? Sekali lagi, karena memang kedua petinggi inilah semasa menjadi menteri koordinator yang menjadi saksi terwujudnya kesepakatan Malino, perjanjian damai Poso. Namun, ternyata, kesepakatan damai itu hanya indah di atas kertas.

Sekarang masalah Poso ditangani langsung oleh Jusuf Kalla dalam kapasitas yang jauh superior yaitu sebagai wakil presiden hasil pilihan rakyat. Sebuah bukti komitmen dan tanggung jawab untuk mewujudkan kesepakatan Malino bukan cuma elok di atas kertas, melainkan elok nian dalam kenyataan.

Kita ingin kenyataan itu segera terwujud. Kita ingin sejarah mencatat, justru di bawah kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Wakil Presiden Jusuf Kalla, dua konflik Aceh dan Poso berhasil dibereskan, sehingga damai nan indah bersemi di sana.

No comments: